Minggu, 22 Juli 2012

Cerpen Ray Idola Cilik 3 "RACUN DUNIA"

"RACUN DUNIA"   
           “Brukkk... Auu...”
            “Mama kakiku sakit”, rengekku menahan sakit pada mama setelah jatuh ke lantai. Waktu itu umurku masih 5 tahun.
            “Aduh Ray, hati-hati dong jatuh lagi kan, sini mama kasih obat merah”, jawab mama dengan nada agak kesal.
Aku memang anak yang agresif dan banyak tingkah sehingga wajar banyak bekas luka dibagian tubuhku karena sering jatuh dan terluka hingga berdarah. Dan aku tak pernah merasa jera walau sudah berkali-kali jatuh bangun merasakan sakit. Selain itu, aku juga termasuk anak yang kreatif, setiap ada sesuatu yang unik selalu aku buat barang atau mainan yang bisa aku manfaatkan.
            “Mama, kaleng bekasnya itu masih digunakan enggak?” tanyaku sambil menunjuk kaleng bekas yang terletak di dapur.
            “Enggak sayang, emangnya buat apa?” jawab mama penasaran.
            Aku akhirnya buka mulut tentang ide yang pernah muncul di pikiranku. Ide tentang suatu hobi baru yang membuat aku tertarik dan sedang aku tekuni akhir-akhir ini.
            “Kalau untuk kaleng yang ini mau aku susun seperti alat musik terus aku pukul-pukul pake stik  buat mainan, boleh ya ma?” rayuku pada mama.
            “Ehmmm... boleh, tapi mainnya jangan keras-keras apalagi sampai mengganggu yang lain” nasihat mamaku tanda menyetujui hobi baruku.
            Dengan girangnya aku langsung mengambil kaleng bekas tadi dan membawanya keluar. Kaleng bekas dengan ukuran yang berbeda-beda tadi berjumlah 5 buah, lumayan memanfaatkan kaleng bekas menjadi alat musik. Dari ideku yang muncul, kaleng bekas tadi aku susun dijadikan alat musik drum. Mungkin kaleng bekas bisa dipukul-pukul seperti alat musik drum.
Tiba-tiba aku  merasa ada yang kurang dari alat musik ini, kemudian aku pergi ke dapur lagi mencari barang yang menurutku  bisa digunakan untuk melengkapi alat musik baruku. Lalu mataku menangkap suatu barang di pojok ruang dapur yang berbentuk bundar dengan ukuran sedang.
            “Nah, panci ini sepertinya cocok deh kalau buat drum hihi...” tawaku melihat panci gosong ini. “Aku ambil aja deh semoga mama gak marah, walau bagian belakangnya gosong enggak apa-apa yang penting bisa dipukul dan menghasilkan suara.”
            Langkahku semakin kencang dengan panci gosong ditangan. Alat musik baruku akhirnya selesai aku susun dan bentuknya seperti alat musik drum walau sebenarnya jauh beda. Bunyinya pun tak menyerupai bunyi drum.
            “Bukkk...bukkk...tanggg....tanggg...bukkk...tanggg...”
            Suara drum yang mulai aku mainkan dengan begitu semangat. Aku terhanyut dalam memainkan drum, entah tak tau mengapa diriku merasa menyatu sekali dengan alat musik yang satu ini. Lama-kelamaan hobiku yang satu ini menjadi kegemaran yang luar biasa hebatnya dan aku begitu suka memainkannya meski hanya di pukul.
            Ketika ulang tahunku yang ke-8, kedua orang tuaku memberikan hadiah yang sangat mengejutkan. Mereka membelikan drum lengkap dengan stiknya spesial untuk aku. Aku semakin semangat dan giat berlatih memainkan drum, les main drum juga aku ikuti. Aku ingin bertekad menjadi pemain drum yang hebat agar pengorbanan orang tuaku tidak sia-sia. Alat musik lain juga aku pelajari dengan sendiri tanpa les apapun.
Apakah karena jiwaku telah menyatu dengan musik hingga alat musik lainnya dengan mudah aku mainkan, seperti gitar, keyboard, bass, dan sebagainya. Selain suka main drum aku juga suka main gitar, permainan gitarku juga tidak kalah bagusnya dengan permainan drumku. Aku juga sering sekali mengikuti berbagai lomba main drum ataupun yang lain, aku juga tidak jarang memenangkan lomba tersebut. Aku pernah mendapatkan piagam penghargaan untuk kategori pemain drum termuda yaitu waktu aku masih berumur 10 tahun. Aku telah membuat bangga kedua orang tuaku dengan prestasi-prestasi yang aku raih.
            “Ray, papa bangga punya anak seperti kamu. Papa akan selalu mendukung kamu. Kamu hebat dan kamu pasti bisa, berjuang dan semangat”, kata-kata papaku yang selalu memberi semangat dalam hidupku dan aku tak akan pernah melupakannya.
            Waktu demi waktu serasa begitu cepat sampai aku tak menyadari kalau aku sudah masuk SMP. Di SMP semakin banyak pengalaman yang aku dapat, baik segi lingkungan maupun pergaulan. Aku menjadi tahu tentang pergejolakan hidup di dunia luar. Banyak masalah yang muncul tetapi aku harus bisa menjalaninya. Perasaan cinta pada lawan jenis mulai merasuki dalam diriku dan rasa saling memahami antara satu sama lain dalam suatu ikatan.
            “Degg...degg...”, jantungku berdesir kencang setiap melihat seseorang yang bagiku tidak asing lagi. Aku merasa gugup dan cangguh jika berhadapan dengannya apalagi berbicara sesuatu padanya. Perasaan ini begitu cepat menjalar di relung hatiku, entah tak tahu kapan masuknya.
            “Ray, tungguuu!”, telingaku seperti mendengar ada yang memanggilku saat aku akan melangkahkan kaki ke gerbang sekolah dan tak tahu dimana asalnya. Ketika aku tengok ke belakang, sesosok gadis dengan kulit putih dan rambut yang dibiarkan terurai berlari mengejar diriku. Dia adalah gadis yang satu kelas denganku.
            “Ya, ada apa Cha?”, dengan ragu dan jantung yang deg-deggan aku pun menjawab.
            “Ini bukumu aku kembalikan, makasih yah dah mau minjemin ke aku”, kata Acha sambil memberi buku yang dia pinjam padaku. Suaranya yang lembut semakin membuat hatiku tak karuan. Aku seperti terhipnotis setiap kali dia berbicara, dia bagaikan malaikat cantik yang membuat aku mabuk kepayang.
            Semenjak pikiranku dibayang-bayangi oleh Acha, hari-hariku berubah drastis. Aku menjadi tidak fokus belajar dan main drum. Hidupku menjadi berantakan, prestasiku semakin menurun dan kacau. Acha memang telah membuat diriku gila karena cinta yang begitu kuat menusuk seluruh tubuhku.
            “Ahh gila, gara-gara cewek hidupku berubah seperti ini”, gerutuku dalam hati ketika aku sedang memikirkan wajah Acha lagi. “Tapi kenapa perasaan ini datang dengan tiba-tiba dan sangat sulit untuk aku hilangkan. Apakah aku telah jatuh cinta pada seorang cewek?”.
            Rasa cintaku padanya seakan menggebu-gebu bagaikan badai yang meluluh-lantahkan bumi. Drumku seakan hilang begitu saja setelah sekian lama menyatu dalam jiwa. Aku sudah tak mendengar suara drumku lagi, terakhir kali aku memainkannya adalah sekitar 3 tahun yang lalu. Setelah itu, tak pernah sedikitpun aku menyentuh alat musik tersebut.
            “Ray, apa yang membuat dirimu berubah begini hingga kamu melupakan drummu, padahal kamu sangat antusias sekali dengan alat musik drum sejak kamu berusia 5 tahun”.
            Aku bingung ingin menjawab apa pertanyaan yang diberikan oleh mama pada suatu malam. “Eee...eee...enggak ada apa-apa kok ma hehe”, dengan ragu-ragu aku pun menjawab. Sebenarnya aku malu mengatakan pada mama kalau aku sedang jatuh cinta pada seorang cewek.
            Hari-hari telah aku lewati begitu cepat, aku sudah naik ke kelas 9. Perasaan cinta ini masih tersimpan, apalagi ketika di sekolah aku selalu bertemu dengan Acha karena aku dan dia satu kelas lagi. Aku masih belum bisa mengungkapkan rasa cinta ini padanya. Cinta ini telah lama kusimpan begitu lama hingga tak mampu lagi aku membukanya.
            “Tok-tok-tokk...”, suara pintu kamarku diketuk.
 “Ray cepat bangun sudah jam 6, hari ini kan pengumuman kelulusan nanti kamu terlambat lagi. Ayo bangun Ray”,  sambil membuka pintu mama menyuruhku bangun.
“Iya mama”, jawabku dengan malas-malasan.
Hari ini memang hari pengumuman kelulusan Ujian Nasional bagi kelas 9 termasuk aku. Aku sangat khawatir jika nanti tidak lulus. Hasil Ujian Nasional terpampang di papan pengumuman sekolah pada jam 9 pagi. Tepat jam 9 semua siswa berlari-lari dan berdesak-desakan ke halaman sekolah tempat dimana papan pengumuman tersebut ditaruh.
“Alhamdulilllah semua kelas 9 lulus seratus persen”, ucap syukurku pada Allah. Saat itu hatiku sangat bahagia, akhirnya aku bisa lulus. Sebelumnya aku tak menyangka kalau aku lulus tapi aku tetap optimis.
“Hey Ray, selamat kita lulus seratus persen. Aku senang sekali melihatnya”.
“Iya sama-sama, aku juga sangat senang, perjuang kita selama 3 tahun tidak sia-sia”.
Begitu senangnya, percakapan antara aku dan Acha terlihat biasa saja. Aku tak merasa kalau cewek di depanku adalah cewek yang aku sukai sejak aku masuk SMP.
            “Satu lagi Ray, aku mau ngucapin selamat tinggal karena aku akan pergi ke Prancis untuk melanjutkan SMA disana. Sorry aku baru bisa ngomong sekarang, I LOVE YOU RAY”, kata Acha sambil berlalu meninggalkanku.
Hatiku terasa remuk seperti ada sebuah cambuk yang menikam dadaku. Aku tak mampu lagi mengingat apalagi mendengar kata-kata terakhir dari Acha. Seperti mimpi tetapi ini benar-benar nyata. Bingung apa yang sedang aku rasakan antara senang karena Acha juga mencintaiku dan sedih karena dia akan pergi meninggalkanku.
Sesampainya di rumah aku hanya merenung tentang kejadian tadi, kejadian yang aneh. Tetapi yang paling aneh setelah Acha mengatakan “i love you”, aku justru merasa biasa saja tanpa reaksi apapun.
“Aneh kenapa aku malah tidak senang kalau Acha ternyata juga cinta padaku, padahal itu yang dulu aku harap-harapkan semoga dia juga merasakan hal yang sama sepertiku”, batinku memikirkan hal itu lagi.
“Cinta memang gila, seenaknya saja datang dan pergi tanpa permisi”, gerutuku dengan kesal. Aku semakin bingung apa sebenarnya cinta, yang dulu bisa buat mabuk kepayang dan sekarang hanya diam seribu bahasa.
Aku kembali normal seperti sedia kala setelah masuk SMA dan tak bertemu lagi dengan Acha. Prestasiku kembali meningkat dan permainan drum semakin hebat dan lanyah. Sekitar usia 18 tahun aku membentuk sebuah band dengan drummernya diriku sendiri. Perhargaan-perhagaan juga banyak aku dapatkan.
Masa SMP ku adalah masa yang paling merugi bagi diriku. Aku seperti orang bodoh yang dipermainkan oleh cinta terutama wanita. Wanita telah butakan semua kehidupanku, sekarang aku menganggap kalau Wanita adalah “Racun Dunia”.

Foto Ray terbaru source from facebook


 saduRR's writing

0 comments:

Posting Komentar

Give your comments in my blog. Thanks