"RACUN DUNIA"
“Brukkk...
Auu...”
“Mama kakiku sakit”, rengekku
menahan sakit pada mama setelah jatuh ke lantai. Waktu itu umurku masih 5
tahun.
“Aduh Ray, hati-hati dong jatuh lagi
kan, sini mama kasih obat merah”, jawab mama dengan nada agak kesal.
Aku
memang anak yang agresif dan banyak tingkah sehingga wajar banyak bekas luka
dibagian tubuhku karena sering jatuh dan terluka hingga berdarah. Dan aku tak
pernah merasa jera walau sudah berkali-kali jatuh bangun merasakan sakit.
Selain itu, aku juga termasuk anak yang kreatif, setiap ada sesuatu yang unik
selalu aku buat barang atau mainan yang bisa aku manfaatkan.
“Mama, kaleng bekasnya itu masih
digunakan enggak?” tanyaku sambil menunjuk kaleng bekas yang terletak di dapur.
“Enggak sayang, emangnya buat apa?”
jawab mama penasaran.
Aku akhirnya buka mulut tentang ide
yang pernah muncul di pikiranku. Ide tentang suatu hobi baru yang membuat aku
tertarik dan sedang aku tekuni akhir-akhir ini.
“Kalau untuk kaleng yang ini mau aku
susun seperti alat musik terus aku pukul-pukul pake stik buat mainan, boleh ya ma?” rayuku pada mama.
“Ehmmm... boleh, tapi mainnya jangan
keras-keras apalagi sampai mengganggu yang lain” nasihat mamaku tanda
menyetujui hobi baruku.
Dengan girangnya aku langsung
mengambil kaleng bekas tadi dan membawanya keluar. Kaleng bekas dengan ukuran
yang berbeda-beda tadi berjumlah 5 buah, lumayan memanfaatkan kaleng bekas
menjadi alat musik. Dari ideku yang muncul, kaleng bekas tadi aku susun dijadikan
alat musik drum. Mungkin kaleng bekas bisa dipukul-pukul seperti alat musik
drum.
Tiba-tiba
aku merasa ada yang kurang dari alat
musik ini, kemudian aku pergi ke dapur lagi mencari barang yang menurutku bisa digunakan untuk melengkapi alat musik
baruku. Lalu mataku menangkap suatu barang di pojok ruang dapur yang berbentuk
bundar dengan ukuran sedang.
“Nah, panci ini sepertinya cocok deh
kalau buat drum hihi...” tawaku melihat panci gosong ini. “Aku ambil aja deh
semoga mama gak marah, walau bagian belakangnya gosong enggak apa-apa yang
penting bisa dipukul dan menghasilkan suara.”
Langkahku semakin kencang dengan
panci gosong ditangan. Alat musik baruku akhirnya selesai aku susun dan
bentuknya seperti alat musik drum walau sebenarnya jauh beda. Bunyinya pun tak
menyerupai bunyi drum.
“Bukkk...bukkk...tanggg....tanggg...bukkk...tanggg...”
Suara drum yang mulai aku mainkan
dengan begitu semangat. Aku terhanyut dalam memainkan drum, entah tak tau
mengapa diriku merasa menyatu sekali dengan alat musik yang satu ini.
Lama-kelamaan hobiku yang satu ini menjadi kegemaran yang luar biasa hebatnya
dan aku begitu suka memainkannya meski hanya di pukul.
Ketika ulang tahunku yang ke-8,
kedua orang tuaku memberikan hadiah yang sangat mengejutkan. Mereka membelikan
drum lengkap dengan stiknya spesial untuk aku. Aku semakin semangat dan giat
berlatih memainkan drum, les main drum juga aku ikuti. Aku ingin bertekad
menjadi pemain drum yang hebat agar pengorbanan orang tuaku tidak sia-sia. Alat
musik lain juga aku pelajari dengan sendiri tanpa les apapun.
Apakah
karena jiwaku telah menyatu dengan musik hingga alat musik lainnya dengan mudah
aku mainkan, seperti gitar, keyboard, bass, dan sebagainya. Selain suka main
drum aku juga suka main gitar, permainan gitarku juga tidak kalah bagusnya
dengan permainan drumku. Aku juga sering sekali mengikuti berbagai lomba main
drum ataupun yang lain, aku juga tidak jarang memenangkan lomba tersebut. Aku
pernah mendapatkan piagam penghargaan untuk kategori pemain drum termuda yaitu
waktu aku masih berumur 10 tahun. Aku telah membuat bangga kedua orang tuaku
dengan prestasi-prestasi yang aku raih.
“Ray, papa bangga punya anak seperti
kamu. Papa akan selalu mendukung kamu. Kamu hebat dan kamu pasti bisa, berjuang
dan semangat”, kata-kata papaku yang selalu memberi semangat dalam hidupku dan
aku tak akan pernah melupakannya.
Waktu demi waktu serasa begitu cepat
sampai aku tak menyadari kalau aku sudah masuk SMP. Di SMP semakin banyak
pengalaman yang aku dapat, baik segi lingkungan maupun pergaulan. Aku menjadi
tahu tentang pergejolakan hidup di dunia luar. Banyak masalah yang muncul
tetapi aku harus bisa menjalaninya. Perasaan cinta pada lawan jenis mulai
merasuki dalam diriku dan rasa saling memahami antara satu sama lain dalam suatu
ikatan.
“Degg...degg...”, jantungku berdesir
kencang setiap melihat seseorang yang bagiku tidak asing lagi. Aku merasa gugup
dan cangguh jika berhadapan dengannya apalagi berbicara sesuatu padanya.
Perasaan ini begitu cepat menjalar di relung hatiku, entah tak tahu kapan
masuknya.
“Ray, tungguuu!”, telingaku seperti
mendengar ada yang memanggilku saat aku akan melangkahkan kaki ke gerbang
sekolah dan tak tahu dimana asalnya. Ketika aku tengok ke belakang, sesosok
gadis dengan kulit putih dan rambut yang dibiarkan terurai berlari mengejar
diriku. Dia adalah gadis yang satu kelas denganku.
“Ya, ada apa Cha?”, dengan ragu dan
jantung yang deg-deggan aku pun
menjawab.
“Ini bukumu aku kembalikan, makasih
yah dah mau minjemin ke aku”, kata Acha sambil memberi buku yang dia pinjam
padaku. Suaranya yang lembut semakin membuat hatiku tak karuan. Aku seperti
terhipnotis setiap kali dia berbicara, dia bagaikan malaikat cantik yang
membuat aku mabuk kepayang.
Semenjak pikiranku dibayang-bayangi
oleh Acha, hari-hariku berubah drastis. Aku menjadi tidak fokus belajar dan
main drum. Hidupku menjadi berantakan, prestasiku semakin menurun dan kacau.
Acha memang telah membuat diriku gila karena cinta yang begitu kuat menusuk
seluruh tubuhku.
“Ahh gila, gara-gara cewek hidupku
berubah seperti ini”, gerutuku dalam hati ketika aku sedang memikirkan wajah
Acha lagi. “Tapi kenapa perasaan ini datang dengan tiba-tiba dan sangat sulit
untuk aku hilangkan. Apakah aku telah jatuh cinta pada seorang cewek?”.
Rasa cintaku padanya seakan
menggebu-gebu bagaikan badai yang meluluh-lantahkan bumi. Drumku seakan hilang
begitu saja setelah sekian lama menyatu dalam jiwa. Aku sudah tak mendengar
suara drumku lagi, terakhir kali aku memainkannya adalah sekitar 3 tahun yang
lalu. Setelah itu, tak pernah sedikitpun aku menyentuh alat musik tersebut.
“Ray, apa yang membuat dirimu
berubah begini hingga kamu melupakan drummu, padahal kamu sangat antusias
sekali dengan alat musik drum sejak kamu berusia 5 tahun”.
Aku bingung ingin menjawab apa
pertanyaan yang diberikan oleh mama pada suatu malam. “Eee...eee...enggak ada
apa-apa kok ma hehe”, dengan ragu-ragu aku pun menjawab. Sebenarnya aku malu
mengatakan pada mama kalau aku sedang jatuh cinta pada seorang cewek.
Hari-hari telah aku lewati begitu
cepat, aku sudah naik ke kelas 9. Perasaan cinta ini masih tersimpan, apalagi
ketika di sekolah aku selalu bertemu dengan Acha karena aku dan dia satu kelas
lagi. Aku masih belum bisa mengungkapkan rasa cinta ini padanya. Cinta ini
telah lama kusimpan begitu lama hingga tak mampu lagi aku membukanya.
“Tok-tok-tokk...”, suara pintu
kamarku diketuk.
“Ray cepat bangun sudah jam 6, hari ini kan
pengumuman kelulusan nanti kamu terlambat lagi. Ayo bangun Ray”, sambil membuka pintu mama menyuruhku bangun.
“Iya
mama”, jawabku dengan malas-malasan.
Hari
ini memang hari pengumuman kelulusan Ujian Nasional bagi kelas 9 termasuk aku.
Aku sangat khawatir jika nanti tidak lulus. Hasil Ujian Nasional terpampang di
papan pengumuman sekolah pada jam 9 pagi. Tepat jam 9 semua siswa berlari-lari
dan berdesak-desakan ke halaman sekolah tempat dimana papan pengumuman tersebut
ditaruh.
“Alhamdulilllah
semua kelas 9 lulus seratus persen”, ucap syukurku pada Allah. Saat itu hatiku
sangat bahagia, akhirnya aku bisa lulus. Sebelumnya aku tak menyangka kalau aku
lulus tapi aku tetap optimis.
“Hey
Ray, selamat kita lulus seratus persen. Aku senang sekali melihatnya”.
“Iya
sama-sama, aku juga sangat senang, perjuang kita selama 3 tahun tidak sia-sia”.
Begitu
senangnya, percakapan antara aku dan Acha terlihat biasa saja. Aku tak merasa kalau
cewek di depanku adalah cewek yang aku sukai sejak aku masuk SMP.
“Satu lagi Ray, aku mau ngucapin selamat tinggal karena aku akan pergi ke Prancis untuk melanjutkan SMA disana. Sorry aku baru bisa ngomong sekarang, I LOVE YOU RAY”, kata Acha sambil berlalu meninggalkanku.
“Satu lagi Ray, aku mau ngucapin selamat tinggal karena aku akan pergi ke Prancis untuk melanjutkan SMA disana. Sorry aku baru bisa ngomong sekarang, I LOVE YOU RAY”, kata Acha sambil berlalu meninggalkanku.
Hatiku
terasa remuk seperti ada sebuah cambuk yang menikam dadaku. Aku tak mampu lagi
mengingat apalagi mendengar kata-kata terakhir dari Acha. Seperti mimpi tetapi
ini benar-benar nyata. Bingung apa yang sedang aku rasakan antara senang karena
Acha juga mencintaiku dan sedih karena dia akan pergi meninggalkanku.
Sesampainya
di rumah aku hanya merenung tentang kejadian tadi, kejadian yang aneh. Tetapi
yang paling aneh setelah Acha mengatakan “i love you”, aku justru merasa biasa
saja tanpa reaksi apapun.
“Aneh
kenapa aku malah tidak senang kalau Acha ternyata juga cinta padaku, padahal
itu yang dulu aku harap-harapkan semoga dia juga merasakan hal yang sama sepertiku”,
batinku memikirkan hal itu lagi.
“Cinta
memang gila, seenaknya saja datang dan pergi tanpa permisi”, gerutuku dengan
kesal. Aku semakin bingung apa sebenarnya cinta, yang dulu bisa buat mabuk
kepayang dan sekarang hanya diam seribu bahasa.
Aku
kembali normal seperti sedia kala setelah masuk SMA dan tak bertemu lagi dengan
Acha. Prestasiku kembali meningkat dan permainan drum semakin hebat dan lanyah.
Sekitar usia 18 tahun aku membentuk sebuah band dengan drummernya diriku
sendiri. Perhargaan-perhagaan juga banyak aku dapatkan.
Masa
SMP ku adalah masa yang paling merugi bagi diriku. Aku seperti orang bodoh yang
dipermainkan oleh cinta terutama wanita. Wanita telah butakan semua kehidupanku,
sekarang aku menganggap kalau Wanita adalah “Racun Dunia”.
saduRR's writing
0 comments:
Posting Komentar
Give your comments in my blog. Thanks