Jumat, 26 Oktober 2012

Cerpen Ray Idola Cilik 3 "Perjuangan Sebuah Kamera"


Perjuangan Sebuah Kamera

Malam ini adalah malam yang tidak biasa dari malam sebelumnya. Lampu kota masih setia menerangi kota Solo. Kini jalan Slamet Riyadi sudah dipenuhi puluhan penonton. Sepertinya mereka sudah tahu kalau malam ini malam penampilan Solo Batik Carnival V (SBC V).
Dengan bangganya aku juga ikut andil dalam event yang diadakan kota Solo ini. Aku seorang diri menerobos masuk ditengah-tengah keramaiannya penonton. Sebuah kamera dslr aku kalungkan dileher. “Inilah saatnya aku menunjukkan aksi jepretanku selama ini”, gumamku dalam hati sambil menekan tombol shoot dan memfokuskan objek.
Peserta SBC melenggang dengan kostumnya yang menawan. Corak batik dengan tema yang berbeda-beda menambah semaraknya malam sabtu itu. Para fotografer tidak kalah semangat untuk mengabadikan moment SBC.
“Maaf, maaf…” kata yang bisa aku ucapkan saat bersenggolan dengan orang lain. Banyaknya orang terpaksa membuatku berdesak-desakan. Tetapi hal itu tidaklah masalah karena aku tertarik mengikuti kompetisi foto SBC yang sudah diumumkan seminggu sebelum SBC tampil. Untuk itu aku datang lumayan awal dan sudah mempersiapakan kamera dslr canon milikku.
“Tiiin… tiiin…” klakson motor polisi yang mengkondisikan jalanan supaya penonton tidak terlalu ke tengah karena akan dilewati peserta SBC. Tetapi penonton tetap bersikeras memenuhi tengah jalan saking semangatnya. Terutama saat kostum batik bermotif putih tampil ke jalan.
“Wah, banyak fotografer nih yang datang malam ini” ucapku dalam hati dan membuat sedikit pesimis dengan saingan lain. Jepretan demi jepretan belum juga kutemukan objek yang tepat untuk dikirim kompetisi. fotografer lain yang lebih berpengalaman dengan santainya membidik objek-objek yang dinilainya memiliki nilai seni tersendiri. Sedangkan aku masih pemula mengenai dunia foto-memfoto yang butuh keahlian khusus.
Saat iringan peserta SBC bermotif hijau senyum diwajahku mengembang seraya berkata “ Mungkin ini objek yang cocok dengan konsep foto yang akan aku  bidik”.
“Clap” blitz kameraku sudah merekam objek yang kupilih tadi. Saat yang bersamaan kesialan menimpaku karena berjubel dengan banyak orang. “Bruk” kameraku jatuh dan pecah dijalan. Dengan hati sedih dan kesal rasanya ingin marah, aku hanya bisa meneteskan air mata lalu kuusap lagi. Tak ingin orang lain melihat dengan tampang berbelas kasihan kepadaku. Ditengah kerumunan penonton aku punguti pecahan kamera dan meratapinya seperti impianku sudah pudar untuk menunjukan kepada orang tua hasil jepretanku.
Akhirnya aku pulang dengan kamera remukku. Dalam perjalanan aku masih bingung apa yang harus aku katakana kepada orang tua dengan nasib yang kualami sekarang. Sebenarnya orang tua setengah mengizinkan jika aku berkecimpung dengan kamera apalagi jadi seorang fotografer.
Setibanya dirumah ada rasa takut menyelimutiku. Kuketuk pintu dan dibukakan oleh ibu dengan tampang agak kesal. “Apa lagi yang kamu perbuat dengan kameramu Ray?” Tanya ibuku dengan kasar.
“Maaf bu jika kameraku sudah tidak seperti semula” jawabku pelan dan merasa bersalah. Kutunjukkan kamera yang hancur tadi dihadapan ayah dan ibuku.
“Seperti ini kamu akan jadi fotografer, merawat kamera saja tidak bisa!” ibuku membentak dan membuatku tertekan. “Sebaiknya kamu berhenti mengurusi kamera yang membuatmu semakin bertingkah aneh” usul ayahku yang ikutan kesal. Aku masih terdiam melihat canonku yang talinya masih menggantung.
*  *  *
            Pagi harinya masih kulihat kamera rusak itu diatas meja belajar. Kupegang lagi dan kubongkar bagian dalam kamera. Ternyata kartu memorinya masih utuh menempel dilubang tempatnya. “Alhamdulillah memori cardnya utuh” lirihku sambil tersenyum bersyukur kepada Allah. Setelah itu hatiku menjadi lebih tenang. Masih ada secercah harapan untuk mengikuti kompetisi foto SBC.
            Walaupun begitu masih ada keraguan tentang kartu memorinya. Kutekan tombol on laptop didepanku untuk memastikan apakah kartu memorinya bisa terdeteksi di komputer. Proses booting selesai kumasukkan kartu memori dilubang laptop. Lamanya menunggu ternyata komputer tidak bisa mendeteksi kartu memori. Meskipun bisa dibuka yang muncul hanyalah foto dengan gambar error dan itu tandanya kartu memori terkena virus.
            “Duh malah kena virus lagi” gerutuku dan kesal dengan semua ini. Musibahku belum cukup sampai disini. Tanganku dengan kesal mengotak-atik komputer agar kartu memori kembali seperti semula. Tetapi usaha itu masih belum membuahkan hasil. “Apalagi derita yang akan aku hadapi” keluhanku yang kesekian kalinya.
* * *
            Dua hari berlalu dan virus itu masih menyerang kartu memori. Usahaku berkonsultasi masih belum cukup untuk membasmi virus yang cukup ganas tersebut. Tetapi untuk hari ini mungkin keberuntungan sedang berpihak kepadaku. Saat mengotak-atik lagi entah kenapa foto-foto bidikanku bisa muncul dan bisa dibuka. Aku berfikir ini adalah virus pokki yang hanya bertahan dua hari didalam benda yang terinfeksi. “Dasar virus pokki menyengsarakan!” umpatku kemudian. Tetapi Allah masih berbaik hati padaku dan aku berterima kasih untuk itu.
            You can count on me like one two three…” suara khas lagu Bruno Mars kuputar sambil mencari objek foto yang akan kukirimkan untuk lomba. Objek SBC bermotif hijau siap kukirim tanpa editan apapun karena itu termasuk ketentuan lomba.
            Sekitar pukul satu siang aku menuju ke lokasi lomba untuk menyerahkan foto jepretanku kepada panitia. Sedikit iri dan kurang percaya diri melihat karya-karya peserta lain yang begitu bagus. Aku tetap harus optimis dan bertekad bisa memenangi kompetisi foto tersebut. Akan aku tunjukkan kepada kedua orang tuaku bahwa aku bisa menjalani dunia fotografi dan memotret bukanlah sesuatu yang biasa.
            Aku masih menunggu hasil pengumuman kompetisi tiga hari lagi karena hari sebelum pengumuman foto-foto peserta akan dipajang dipameran. “Ya Allah semoga usahaku ini tidak sia-sia dan membuahkan hasil” do’aku dalam hati.
            Do’a selalu aku panjatkan saat hari pengumuman pemenang. Hadiahnya akan diserahkan secara simbolis oleh Bapak Walikota di Stadion Sriwedari tempat SBC pernah digelar. Detik-detik pembacaan pemenang kompetisi foto hatiku semakin tegang. Juara tiga dan dua sudah dibacakan dan saatnya giliran juara pertama untuk mengetahui siapa pemenangnya.
            “Dan juara satu diraih oleh saudara Raynald Prasetya dengan judul foto Batikku keberuntunganku” ucap panitia sambil mempersilahkan pemenang untuk maju ke depan. Betapa senangnya diriku saat itu dan bersyukur sekali dengan karunia yang diberikan oleh Allah. Sebelumnya aku masih ragu dengan hasil ini karena peserta lain menggunakan mode seperti till-shift, DEP, aperture value dan lainnya yang lebih professional. Sedangkan aku hanya menggunakan mode shutter priority untuk Canon 350D yang termasuk kamera bagi pemula.
            Hadiahnya langsung aku bawa pulang dan kutunjukkan kepada orang tua bahwa aku bisa menjadi Ray seorang fotografer seperti yang aku inginkan. “Ibu… ayah… Ray bisa menangin lomba” teriakku sambil berlari menemui mereka. “Ini piala dan uang hadiah dari lomba fotografi” ucapku dan kutunjukkan kepada mereka.
            “Ray selamat atas usaha kamu selama ini, ayah bangga memiliki anak seperti dirimu” sanjungan ayah yang memperkuat cita-citaku. “Selamat Ray, walau ayah dan ibu melarang tetapi tidak menyurutkan pendirian kamu akan dunia fotografi, ibu salut denganmu Ray” kata ibu seraya memeluk tubuhku. Akhirnya kedua orang tuaku setuju jika aku menggeluti bidang pemotretan.
            “Ray kamera siapa yang kamu bawa?” Tanya ibu penasaran sambil menunjuk kamera yang berada ditangan kananku. Dengan santainya kujawab pertanyaan ibu “Ini hadiah juga dari kompetisi foto yaitu sebuah kamera dslr canon 400D yang lebih professional daripada milikku yang sudah remuk” sambil tertawa renyah.
            “Dasar Raynald” canda ibuku. Semenjak itu hobi hunting foto bisa terlaksana dengan izin orang tua. Aku tambah gemar mencari objek dengan shoot dari sudut yang berbeda-beda. Menambah pengalaman dari dunia fotografi aku tingkatkan supaya cita-cita menjadi fotografer handal tercapai.

by : Salma Durroh Salsabilati
 XII IPA 4 / 2012

saduRR's writting

0 comments:

Posting Komentar

Give your comments in my blog. Thanks